Jumat, 10 April 2015

Makalah Analisis Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton Terhadap Fenomena Miras Pada Nelayan Di Lingkungan Masyarakat Karangsong Indramayu



ANALISIS TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL ROBERT K. MERTON TERHADAP FENOMENA MIRAS PADA NELAYAN DI LINGKUNGAN MASYARAKAT KARANGSONG INDRAMAYU
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas Ulangan Akhir Semester Teori Sosiologi Klasik II
Dosen Pembimbing :
Sri Damayanti, M.Si,

Disusun Oleh :
Dea Agin Maulida
1138030037
SOSIOLOGI – III / A


 













                FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur yang dalam saya sampaikan kehadirat Allah Yang Maha Esa lagi Maha Penyayang, karena berkah dan kemurahannya makalah ini dapat saya selesaikan sesuai yang di harapkan. Dengan Judul “ANALISIS TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL ROBERT K. MERTON TERHADAP FENOMENA MIRAS PADA NELAYAN DI LINGKUNGAN MASYARAKAT KARANGSONG INDRAMAYU” dengan itu upaya saya untuk memenuhi tugas Ulangan Akhir Semester Teori Sosiologi Klasik II, dengan demikian pula makalah ini akan memerlukan revisi berdasarkan kritik maupun saran dari Dosen Pembimbing.
Untuk itu, saya berharap kritik dan saran yang membangun dari Ibu. Sri Damayanti, M.Si, Selaku Dosen Mata Kuliah  Teori Sosiologi Klasik II.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sesuai dengan tujuan, mudah-mudahan Allah SWT senantiasa menyertai kita dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan kepada kita semua.
Amin.
Terima kasih.


Bandung, 10 November  2014  
Penyusun,

    







Text Box: i
 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN................................................................................................ 1
                     A.  Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
                     B.  Rumusan Masalah .................................................................................... 1
                     C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
BAB II: PEMBAHASAN................................................................................................. 3
                     A. Definisi Fungsionalisme Struktural .......................................................... 3
                     B. Teori Fungsionalisme Struktural dari Tokoh Robert K. Merton ............... 4
                     C. Penggunaan Miras di Lingkungan Nelayan .............................................. 8
                     D. Relevansi Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton terhadap
Penggunaan miras di lingkungan Nelayan ................................................ 9
BAB III: PENUTUP......................................................................................................... 11
                     A. Kesimpulan................................................................................................ 11
                     B. Saran.......................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 12
Text Box: ii
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Fungsionalisme Stuktural adalah salah satu paham atau perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tak dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Kemudian, perubahan yang terjadi pada salah satu bagian akan menyebabkan ketidak -seimbangan dan pada gilirannya akan menciptakan perubahan pada bagian yang lain. Asumsi dasar teori ini [1] ialah bahwa semua elemen atau unsur kehidupan masyarakat harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
Banyak tokoh dalam teori Fungsionalisme Struktural, namun dalam pembahasan kali ini akan diutamakan tokoh dari Roberk K. Merton. Dimana dia mengembangkan analisanya tentang teori fungsionalisme struktural dengan beberapa pokok pikiran baru [2] yakni mengenai disfungsi, fungsi yang tampak (manifest function), dan fungsi yang tak tampak (latent function). Menurut Merton, fungsi-fungsi didefinisikan sebagai “konsekuensi-konsekuensi yang diamati yang dibuat untuk adaptasi atau penyesuaian suatu sistem tertentu”.
Akan tetapi ada suatu bias[3] (simpangan) ideologis yang jelas ketika orang hanya berfokus pada adaptasi atau penyesuaian, karena mereka selalu merupakan konsekuensi-konsekuensi positif. Perlu dicatat bahwa fakta sosial yang satu dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi negatif untuk fakta sosial yang lainnya.
Relevansi atau hubungan teori fungsionalisme struktural Robert K. Merton terhadap fenomena miras pada nelayan di lingkungan masyarakat Indramayu adalah dimana miras (minuman keras) itu sendiri bagi nelayan memiliki fungsi untuk menenangkan pikiran atau membuat tubuh menjadi hangat pada saat berlayar ke tengah laut,  namun akan tetapi pada kenyataannya miras dapat menimbulkan disfungsi itu sendiri seperti kehilangan akal sehat dan dapat merusak organ tubuh untuk peminumnya itu sendiri.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan Fungsionalisme Struktural ?
2.      Bagaimana Teori Fungsionalisme Struktural yang dibahas oleh Robert K. Merton?
3.      Bagaimana Penggunaan Miras (Minuman Keras) di Lingkungan Nelayan?
4.      Bagaimanakah Relevansi atau Hubungan Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton terhadap Fenomena Munculnya Miras (Minuman Keras) di Lingkungan Nelayan?

C.     Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui Definisi dari Fungsionalisme Struktural, Teori Fungsionalisme Struktural dari tokoh Robert K. Merton, Penggunaan Miras di Lingkungan Nelayan, dan Relevansi atau Hubungan Teori Fungsinalisme Struktural Robert K. Merton terhadap Penggunaan Miras di Lingkungan Nelayan.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Fungsionalisme Struktural
Teori Fungsionalisme Struktural muncul menjadi bagian dari analisis sosiologi pada tahun 1940-an  dan mencapai kejayaannya pada tahun 1950-an[4]. Ketika itu teori fungsionalisme struktural merupakan teoritis standar yang diikuti mayoritas sosiolog dan hanya sebagian kecil saja yang menentangnya. Namun mulai tahun 1960-an dominasi teoritik fungsionalisme struktural mendapat tentangan keras dan adekuasi teoritisnya semakin dipertanyakan.
Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi.
Fungsionalisme Stuktural juga merupakan salah satu paham atau perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tak dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Kemudian, perubahan yang terjadi pada salah satu bagian akan menyebabkan ketidak -seimbangan dan pada gilirannya akan menciptakan perubahan pada bagian yang lain. Asumsi dasar teori ini [5] ialah bahwa semua elemen atau unsur kehidupan masyarakat harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa menjalankan fungsinya dengan baik.
Sepanjang teori ini, masyarakat terdiri dari berbagai elemen atau institusi yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan . Elemen-elemen itu antara lain adalah ekonomi, politik, hukum, agama, pendidikan, keluarga, kebudayaan, adat-istiadat, dan lain-lain. Masyarakat luas akan berjalan normal jika masing-masing elemen atau institusi menjalankan fungsinya dengan baik. Kemacetan  dan perubahan pada salah satu institusi lain dan pada gilirannya akan menciptakan kemacetan dan perubahan  pada masyarakat secara keseluruhan karena perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak aka nada atau akan hilang dengan sendirinya.
Penganut teori ini cenderung untuk melihat hanya kepada sumbangan satu sistem atau peristiwa terhadap sistem yang lain dank arena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau suatu sistem dapat beroperasi menentang fungsi-fungsi lainnya dalam suatu sistem sosial.
Secara ekstrim teori ini mengatakan bahwa segala sesuatu di dalam masyarakat ada fungsinya, termasuk hal-hal seperti kemiskinan, peperangan, atau kematian.  Teori ini juga menekankan kepada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibrium).[6]

B.     Teori Fungsionalisme Struktural dari Tokoh Robert K. Merton
Robert K. Merton sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas teori-teori fungsionalisme,
Marton mengkritik hal yang dia anggap sebagai tiga dalil dasar analisis fungsional seperti yang dikembangkan oleh para antropolog seperti Malinowski dan Radcliffe-Brown.
Pertama ialah dalil kesatuan fungsional masyarakat. Dalil tersebut menganggap bahwa semua kepercayaan sosial dan budaya dan  praktik yang distandarkan bermanfaat bagi masyarakat sebagai suatu keseluruhan dan juga sebagai individu-individu di dalam masyarakat. Dalil kedua ialah fungsionalisme universal. Yakni, diargumenkan bahwa semua bentuk sosial dan budaya yang distandarkan mempunyai fungsi-fungsi positif. Marton berargumen bahwa hal tersebut bertolak belakang dengan yang kita jumpai di dunia nyata. Dalil ketiga ialah dalil kebutuhan mutlak. Dalil tersebut menghasilkan ide bahwa semua struktur dan fungsi secara fungsional adalah untuk masyarakat.
Pendirian Marton ialah bahwa semua dalil fungsional tersebut bersandar pada penegasan-penegasan nonempiris yang didasarkan pada sistem-sistem teoritis abstrak.
Sejak awal Merton menjelaskan bahwa analisis fungsional struktural berfokus pada kelompok-kelompok, organisasi-organisasi, masyarakat-masyarakat dan kebudayaan-kebudayaan. Dia mengatakan bahwa setiap objek yang dapat ditundukkan kepada analisis fungsional struktural harus “menggambarkan suatu item yang distandarkan” (yakni, terpola dan berulang).
Teori Struktural Fungsional dalam menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat mendasarkan pada tujuh asumsi[7].
1.         Masyarakat harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri dari berbagai bagian yang sering berinteraksi.
2.         Hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau hubungan yang bersifat timbal balik.
3.         Sistem sosial yang ada bersifat dinamis, di mana penyesuaian yang ada tidak perlu banyak merubah sistem sebagai satu kesatuan yang utuh.
4.         Integrasi yang sempurna di masyarakat tidak pernah ada, oleh karenanya di masyarakat senantiasa timbul ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-penyimpangan.
5.         Perubahan-perubahan akan berjalan secara gradual dan perlahan-lahan sebagai suatu proses adaptasi dan penyesuaian.
6.         Perubahan adalah merupakan suatu hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh adanya diferensiasi dan inovasi.
7.         Sistem diintegrasikan lewat pemilikan nilai-nilai yang sama.

Para fungsionalis struktural awal cenderung berfokus hampir seluruhnya kepada fungsi-fungsi struktur atau lembaga sosial yang satu untuk yang lainnya. Akan tetapi pada pandangan Merton, para analis awal cenderung mengacaukan motif-motif subjektif individu dengan fungsi-fungsi struktur atau lembaga. Fungsionalis struktural seharusnya berfokus pada fungsi-fungsi sosial daripada motif-motif individual [8]. Padahal perhatian fungsionalis struktural harus lebih banyak ditunjukan kepada fungsi-fungsi dibandingkan dengan motif-motif. Fungsi adalah akibat-akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem[9].
Menurut Merton fungsi-fungsi didefinisikan sebagai “konsekuensi-konsekuensi yang diamati yang dibuat untuk adaptasi atau penyesuaian suatu sistem tertentu”. Akan tetapi ada satu bias (simpangan) ideologis yang jelas ketika orang hanya berfokus pada adaptasi atau penyesuaian karena mereka selalu merupakan konsekuensi-konsekuensi positif. Perlu dicatat bahwa fakta sosial yang satu dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi negatif untuk fakta sosial yang lainnya untuk mengoreksi penghilangan serius tersebut yang terjadi di dalam fungsionalisme awal, Merton mengembangkan ide mengenai disfungsi. Sebagaimana  struktur-struktur atau lembaga-lembaga dapat berperan dalam pemeliharaan bagian-bagian lain sistem sosial, mereka juga dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi negatif untuknya.
Konsep marton tentang disfungsi meliputi dua pikiran yang berbeda[10] tetapi saling melengkapi. Pertama, sesuatu bisa saja mempunyai akibat yang secara umum bisa saja mempunyai akibat yang secara umum tidak berfungsi. Dalam perkataannya sendiri “sesuatu bisa saja memiliki akibat-akibat yang mengurangkan adaptasi atau derajat penyesuaian diri dari sistem itu”. Kedua, akibat-akibat ini mungkin berbeda menurut kepentingan orang-orang yang terlibat.
            Salah satu contoh dari apa yang dimaksudkan oleh Merton dengan disfungsi tampak dalam diskusinya tentang birokrasi.
                        Marton juga mengajukan ide nonfungsi, yang dia definisikan sebagai konsekuensi-konsekuensi yang benar-benar tidak relevan dengan sistem yang dipertimbangkan. Untuk membantu menjawab pertanyaan apakah fungsi positif lebih banyak daripada disfungsi, atau sebaliknya. Marton mengembangkan konsep keseimbangan bersih.
                        Marton juga memperkenalkan konsep fungsi manifest dan laten. Kedua istilah ini juga telah menjadi tambahan penting bagi analisis fungsional. Dalam istilah-istilah yang sederhana, fungsi-fungsi manifest  (nyata) adalah yang disengaja atau fungsi yang diharapkan, tetapi fungsi laten tidak disengaja atau yang tidak diharapkan (sebaliknya dari manifest).
                        Pembedaan fungsi seperti ini banyak memberi manfaat dalam menelaah kesatuan sosial[11], seperti :
1.         Membantu orang untuk memahami apa sebabnya praktik-praktik tertentu dalam masyarakat tidak masuk akal dan tidak mencapai tujuannya, masih tetap diteruskan.
2.         Kenyataan sosial dan keadaan yang sebenarnya akan dikenal dengan lebih baik, bila fungsi-fungsi sembunyi dari suatu fenomena sosial dipelajari.
3.         Menemukan fungsi-fungsi sembunyi selalu menambah pengetahuan sosiologi. Orang akan belajar dan mengatakan bahwa kehidupan sosial itu tidak pernah sederhana sebagaimana kelihatan dari luarnaya.
4.         Kepekaan bagi fungsi-fungsi sembunyi akan membuat orang lebih hati-hati dalam menilai praktik-praktik atau kenyataan sosial. Biasanya penilaian etnis didasarkan pada fungsi-fungsi nyata yang dikenal secara umum dan diakui dengan mudah menjadi tolak ukur untuk suatu pelukisan hitam putih.

Untuk menjelaskan lebih jauh teori fungsional, Merton menunjukkan bahwa suatu struktur mungkin disfungsional bagi sistem sebagai suatu keseluruhan namun dapat terus berlanjut.
Meron berpendapat bahwa tidak semua struktur pastinya akan dibutuhkan untuk bekerjanya sistem sosial. Beberapa bagian dari sistem sosial kita dapat dilenyapkan. Hal itu membuat teori fungsional mengatasi hal-hal bias (simpangan) konservatifnya yang lain. Dengan mengakui bahwa beberapa struktur dapat diperluas, fungsionalisme membuka jalan bai perubahan sosial yang bermakana. Masyarakat kita, misalnya, dapat terus ada (dan bahkan ditingkatkan) dengan pelenyapan diskriminasi terhadap berbagai kelompok minoritas.
Uraian yang diberikan Merton sering mempunyai manfaat yang besar bagi sosiolog yang ingin melaksanakan analisis-analisis fungsional struktural.

C.     Penggunaan Miras di Lingkungan Nelayan
Mengungkap persoalan keberagamaan dalam masyarakat nelayan tradisional pada dasarnya adalah membicarakan cumulative body of knowledge (kumpulan pengetahuan yang bertahap) nelayan dalam konteks kehidupan lokal. Secara kategoris, kehidupan komunitas nelayan berbeda dengan kehidupan komunitas masyarakat lainnya, seperti masyarakat petani atau pedagang urban. Perbedaan itu terlihat tidak hanya terletak pada gaya hidup dan pola pikir, tetapi juga pada nilai-nilai kebudayaan mereka (Quote).
Cunha mengatakan bahwa kelahiran pengetahuan tradisional nelayan banyak didasari karakteristik konteks fisik lautan yang mengelilinginya.Pengetahuan ini diproduksi secara kultural dan diakumulasi melalui pengalaman dan terus menerus dievalusi dan diciptakan kembali berdasarkan fitur lingkungan laut yang bergerak dan unpredictable.
Oleh karena itu, wajar jika realitas keyakinan masyakarat nelayan bergantung kepada laut, misalnya, konsepsi tentang adanya kekuatan luar biasa pada laut yang tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat nelayan di negeri ini. Praktik keberagamaan tertentu yang erat kaitannya dengan masyarakat nelayan terjadi hampir di setiap masyarakat. Di Indramayu, tepatnya di Desa Karangsong, praktik keberagamaan sejenis itu juga terjadi.
                        Seperti praktek minum-minuman keras yang sudah menjadi tradisi di lingkungan nelayan. Karena faktor laut itu sendiri ,di tengah laut yang cuacanya tak menentu dan dingin yang membuat para nelayan menjadi suka dengan minuman keras. Karena bagi mereka minuman keras yang membuat tubuh mereka menjadi hangat di tengah laut.
Karena miras (minuman keras). Maka bagi sebagian diantara mereka yang tidak mengeikuti akan minum-minuman keras akan lebih di alienasi (terasingkan) dari lingkunagnnya.
Kematian akibat menenggak miras di Kabupaten Indramayu mendapatkan perhatian Dinas Kesehatan Indramayu, terutama ketika momen perayaan hari raya pada rentang H-7 dan H+7 lebaran. Sebagian pesta hari raya yang diadakan masyarakat dianggap tidak terlepas dari unsur miras (minuman keras).
Pesta pada momen perayaan hari raya juga dipengaruhi oleh kebiasaan nelayan di pesisir Indramayu. Biasanya, banyak dari nelayan pada waktu-waktu tersebut pulang melaut. Berbekal pendapatan dari hasil tangkapan, mereka kemudian mengadakan pesta. Di pesta seperti itulah, sejumlah miras (minuman keras) kemudian diperdagangkan dan dikonsumsi.
Angka kematian akibat menenggak miras cenderung menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, dan lebih besar daripada angka kematian akibat kecelakaan.
            Tidak hanya orang dewasa saja yang minum-minuman keras, karena saat para nelayan itu pulang dan mengadakan pesta miras (minuman keras) dirumah, anak-anak pun melihat dan mengikuti jejak para nelayan tersebut. Akan tetapi berbeda, anak-anak biasanya meminum oplosan, campuran dari obat komik dan minuman kuku bima.

D.    Relevansi Teori Fungsinalisme Struktural Robert K. Merton terhadap Penggunaan Miras di Lingkungan Nelayan
Robert K. Merton menjelaskan bahwa analisis fungsional struktural berfokus pada kelompok-kelompok, organisasi-organisasi, masyarakat-masyarakat dan kebudayaan-kebudayaan. Dia mengatakan bahwa setiap objek yang dapat ditundukkan kepada analisis fungsional struktural harus “menggambarkan suatu item yang distandarkan” (yakni, terpola dan berulang).
Nelayan adalah adalah sebuah kelompok-kelompok yang bekerja di tengah laut untuk mencari ikan, yang prosesnya berulang. Karena nelayan itu sendiri adalah sebutan bagi mereka yang bekerja di tengah laut untuk mencari ikan, menafkahkan keluarganya dirumah.
Menurut Merton fungsi-fungsi didefinisikan sebagai “konsekuensi-konsekuensi yang diamati yang dibuat untuk adaptasi atau penyesuaian suatu sistem tertentu”. Akan tetapi ada satu bias (simpangan) ideologis yang jelas ketika orang hanya berfokus pada adaptasi atau penyesuaian karena mereka selalu merupakan konsekuensi-konsekuensi positif. Perlu dicatat bahwa fakta sosial yang satu dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi negatif untuk fakta sosial yang lainnya untuk mengoreksi penghilangan serius tersebut yang terjadi di dalam fungsionalisme awal,
Merton mengembangkan ide mengenai disfungsi. Sebagaimana  struktur-struktur atau lembaga-lembaga dapat berperan dalam pemeliharaan bagian-bagian lain sistem sosial, mereka juga dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi negatif untuknya.
Penganut teori fungsional ini memang memandang segala pranata sosial[12] yang ada dalam suatu masyarakat tertentu serba fungsional dalam artian positif dan negatif.
Bagi nelayan praktek minum-minuman keras sudah menjadi tradisi. Minuman keras di lingkungan nelayan memiliki fungsi, dimana fungsi tersebut untuk membuat tubuh mereka menjadi hangat di tengah laut dan lepas akan pikiran-pikiran berat. Karena faktor laut itu sendiri ,yang berada di tengah laut dan cuacanya yang tak menentu dan dingin sehingga membuat para nelayan menjadi suka dengan minuman keras.
Dari teori fungsionalisme struktural Robert K. Merton, selain fungsi maka akan ada yang namanya disfungsi dimana lebih mengarah ke pada sisi negatif.
Praktek miras (minuman keras) di lingkungan nelayan pada kenyataannya menimbulkan disfungsi, dimana miras (minuman keras) dapat merusak organ dalam tubuh, dan menghilangkan akal sehat yang dapat menimbulkan tidak sadarnya diri dan melakukan tindakan menyimpang dan kejahatan.
















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan.
2.      Menurut Robert K. Merton fungsionalisme struktural terdapat bagian-bagian dimana ada fungsi positif, dan disfungsi (fungsi yang mengarah ke sisi negatif) yang meliputi dua pikiran yang berbeda tetapi saling melengkapi., terdapat juga ide nonfungsi, fungsi nyata (manifest) dan fungsi laten.
3.      Penggunaan Miras (minuman keras) yang sudah menjadi tradisi di lingkungan nelayan. Karena faktor laut itu sendiri ,di tengah laut yang cuacanya tak menentu dan dingin yang membuat para nelayan menjadi suka dengan minuman keras. Karena bagi mereka minuman keras yang membuat tubuh mereka menjadi hangat di tengah laut.
4.      Teori Robert K. Merton berfokus pada kelompok, dan nelayan adalah sebuah kelompok yang bekerja di tengah laut untuk mencari ikan, yang prosesnya berulang. Merton mengembangkan ide fungsi, minuman keras di lingkungan nelayan memiliki fungsi, dimana fungsi tersebut untuk membuat tubuh mereka menjadi hangat di tengah laut dan lepas akan pikiran-pikiran berat. Merton juga mengembangkan ide disfungsi. Praktek miras (minuman keras) di lingkungan nelayan pada kenyataannya menimbulkan disfungsi, dimana miras (minuman keras) dapat merusak organ dalam tubuh, dan menghilangkan akal sehat yang dapat menimbulkan tidak sadarnya diri dan melakukan tindakan menyimpang dan kejahatan.

B.     Saran
Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan ini meskipun penulisan ini jauh dari sempurna minimal saya mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan saya, karna saya manusia yang tempatnya salah dan dosa, dan kebenaran hanya milik Allah, dan saya juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Prestasi pustaka publisher: Jakarta
Ritzer, George. 2013. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
………………. 2013. Teori Sosiologi Dari Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
Wulansari, Dewi. 2013. Sosiologi Konsep & Teori. Refika Aditama: Bandung
Zamroni. 1992. Pengantar Perkembangan Teori Sosial. PT Tiara Wacana: Yogyakarta
https://alfisyahriyani.wordpress.com/tag/indramayu/ (diakses tanggal 12 November 2014)
http://www.pikiran-rakyat.com/node/290064 (diakses tanggal 12 November 2014)






[1] Bernard Raho- Teori Sosiologi Modern. Hal.48
[2] Ibid. Hal. 62
[3] George Ritzer- Teori Sosiologi dari Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Hal. 429
[4] Dewi Wulansari-Sosiologi Konsep & Teori. Hal. 173
[5] Bernard Raho, op. cit., Hal.48
[6] George Ritzer- Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Hal. 21
[7] Zamroni- Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Hal. 25
[8] George Ritzer- Teori Sosiologi dari Klasik sampai Perkembangan Terakhir Postmodern.loc. cit.
[9] George Ritzer- Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Op.cit. Hal. 22
[10] Bernard Raho. Op.cit. Hal. 63
[11] Dewi Wulansari. Op.cit. Hal. 178
[12] George Ritzer- Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Op.cit. Hal. 23


Tidak ada komentar:

Posting Komentar